MAKALAH
TETANUS NEONATURUM
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan
kehadirat Tuhan YME yang telah berkenan
memberi petunjuk dan hidayahNya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Tetenus Neoturum”
Dalam penulisan
makalah ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyajikan yang
terbaik, namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan
yang bersifat membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya.
Yogyakarta 28 April 2017
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….i
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………...ii
BAB1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang………………………………………………………...1
1.2 Tujuan Umum…………………………………………………………2
1.3 Tujuan
khusus…………………………………………………………3
BABII
PEMBAHASAN
2.1.1
Pengertian……………………………………………………………4
2.1.2
Etiologi………………………………………………………………5
2.1.3 Faktor
Resiko………………………………………………………..5
2.1.4
Epidemiologi………………………………………………………...6
2.1.5
Patologi……………………………………………………………...6
2.1.6 Gambaran
Klinis…………………………………………………….6
2.1.7
Pencegahan…………………………………………………………..7
2.1.8
Penatalaksanaan……………………………………………………..9
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan…………………………………………………………...13
3.2 Saran………………………………………………………………….14
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………...15
BABI
PENDAHULUAN
I. I. Latar Belakang
Bayi neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa
neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar
bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Peralihan dari kehidupan
intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali.
Namun, banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan
atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali.
Masalah pada neonatus ini biasanya timbul sebagai akibat
yang spesifik terjadi pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab
kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya
kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan
yang tidak tepat dan tidak bersih, serta kurangnya perawatan bayi baru lahir
Contoh penyakit yang sering didapatkan pada neonatus yaitu Tetanu neonatorum masih
banyak terdapat di negara-negara sedang membangun termasuk Indonesia dengan
kematian bayi yang tinggi dengan angka kematian 80 %. Di Indonesia pada saat
ini persalinan yang ditolong di rumah sakit hanya 10 – 15 %, 10 % lagi ditolong
oleh bidan swasta, sedangkan sisanya 75 – 80 % masih ditolong oleh dukun.
(Rustam Mochtar, 1998)
Di Indonesia, sekitar 9,8% dari 184 ribu kelahiran bayi
menghadapi kematian. Contoh, pada tahun 80-an tetanus menjadi penyebab pertama
kematian bayi di bawah usia satu bulan. Namun, pada tahun 1995 kasus serangan
tetanus sudah menurun, akan tetapi ancaman itu tetap ada sehingga perlu diatasi
secara serius. Tetanus juga terjadi pada bayi, dikenal dengan istilah tetanus
neonatorum, karena umumnya terjadi pada bayi baru lahir atau usia di bawah satu
bulan (neonatus). Penyebabnya adalah spora Clostridium tetani yang masuk
melalui luka tali pusat, karena tindakan atau perawatan yang tidak memenuhi
syarat kebersihan.WHO menunjukkan, kematian akibat tetanus di negara berkembang
adalah 135 kali lebih tinggi dibanding negara maju. Mortalitasnya sangat tinggi
karena biasanya baru mendapat pertolongan bila keadaan bayi sudah gawat.
Penanganan yang sempurna memegang peranan penting dalam menurunkan angka
mortalitas. Tingginya angka kematian sangat bervariasi dan sangat tergantung
pada saat pengobatan dimulai serta pada fasilitas dan tenaga perawatan yang
ada.
Tetanus
neonatorum angka kematian kasusnya (Case Fatality Rate atau CFR) sangat tinggi.
Pada kasus teanus neonatorum angkanya mendekati 100 %, terutama yang mempunyai
masa inkubasi kurang 7 hari. Angka kematian kasus tetanus neonatorum yahng
dirawat di rumah sakit diindonesia bervariasi dengan kisaran 10,8 – 55 %.
(Abdul Bari Saifuddin, 2000)
Dengan tingginya kejadian kasus tetanus ini sangat
diharapkan bagi seorang tenaga medis, terutama seorang bidan dapat memberikan
pertolongan/tindakan pertama atau pelayanan asuhan kebidanan yang sesuai dengan
kewenangan dalam menghadapi kasus tetanus neonatorum.
Pemerintah
bertekat untuk memperkecil kematian akibat kematian tetanus neonatorum dengan
jalan memberikan 2 kali vaksinasi tetanus toksoid selama hamil. Diharapkan
bidan dapat membantu upaya pemerintah sehingga dapat menurunkan angka kematian
bayi karena tetanus sampai akhir tahun 2000, menjadi kurang dari 1 %.
Dikemukakan bahwa angka kematian karena tetanus dapat dijadikan ukuran
bagaimana pelayanan kesehatan yang diberikan dalam satu daerah dan secara umum
pada negara tersebut.(Ida Bagus Gde Manuaba, 1998)
I.2 Tujuan
1) Mengetahui
teori tentang pengertian Tetanus
Neonaturum
2) Mengetahui penyebab, faktor
predisposisi, gejala, patofisiologi, komplikasi dan penatalaksanaan Tetanus
Neonaturum
1.3 RUMUSAN MASALAH
1) Apakah yang dimaksud dengan Tetanus Neonaturum?
2) Apakah yang dapat menyebabkan
terjadinya Tetanus Neonaturum
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Tetanus Neonaturum
2.1.1. Pengertian
Kata tetanus berasal dari bahasa Yunani tetanus
yang
berarti kencang atau tegang.Tetanus merupakan suatu infeksi akut yang ditandai
kondisi spastik paralisis yang disebabkanoleh
neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium
tetani. Tetanus berdasarkan gejalaklinisnya
dapat dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu tetanus generalisasi (umum), tetanus local
dantetanus sefalik. Bentuk tetanus yang paling sering terjadi adalah tetanus
generalisasi dan jugamerupakan bentuk tetanus yang paling berbahaya Neonatal (berasal dari neos
yang berarti baru dan natus yang berarti lahir)merupakan suatu istilah
kedokteran yang digunakan untuk menggambarkan masa sejak bayilahir hingga usia
28 hari kehidupan.Tetanus neonatorum
merupakan suatu bentuk tetanus generalisasi yang terjadi padamasa
neonatal.
Tetanus
Neonaturum adalah penyakit yang diderita oleh bayi baru lahir (neonatus).
Tetanus neonatorum penyebab kejang yang sering dijumpai pada BBL yang bukan
karena trauma kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan infeksi selama masa
neonatal, yang antara lain terjadi akibat pemotongan tali pusat atau perawatan
tidak aseptic (Ilmu Kesehatan Anak, 1985)
Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus
yang terjadi pada neonatus yang disebabkan oleh clostridium tetani yaitu kuman
yang mengeluarkan toksin (racun) yang menyerang sistem saraf pusat. (Abdul Bari
Saifuddin, 2000)
Tetanus
Neonatorum (TN) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Clostridium
Tetani memasuki tubuh bayi baru lahir melalui tali pusat yang
kurang terawat dan terjadi pada bayi sejak lahir sampai umur 28 hari,
kriteria kasus TN berupa sulit menghisap ASI, disertai kejang rangsangan,
dapat terjadi sejak umur 3-28 hari tanpa pemeriksaan laboratorium. (Sudarjat S,
1995).
Tetanus neonatorum merupakan suatu penyakit akut yang
dapat dicegah namun dapat berakibat fatal, yang disebabkan oleh produksi
eksotoksin dari kuman Clostridium tetani gram positif, dimana
kuman ini mengeluarkan toksin yang dapat menyerang sistem syaraf pusat.
2.1.2. Etiologi
Penyebabnya
adalah hasil klostrodium tetani (Kapitaselekta, 2000) bersifat anaerob, berbentuk
spora selama diluar tubuh manusia dan dapat mengeluarkan toksin yang dapat
mengahancurkan sel darah merah, merusak lekosit dan merupakan tetanospasmin
yaitu toksin yang bersifat neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan
spasme otot. (Ilmu Kesehatan Anak, 1985)
Masa inkubasi biasanya 4-21 hari (umumnya 7 hari),
tergantung pada tempat terjadinya luka, bentuk luka, dosis dan toksisitas
kuman Tetanus Neonatorum. (Sudarjat S, 1995).
2.1.3. Faktor Resiko
a) Pemberian imunisasi TT (tetanus toksoid) pada ibu hamil
tidak dilakukan, atau tidak lengkap, atau tidak sesuai dengan ketentuan
program.
b )
Pertolongan
persalinan tidak memenuhi syarat.
c) Perawatan tali
pusat tidak memnuhi persyaratan kesehatan.
2.1.4. Epidemiologi
Clostridium
tetani berbentuk batang langsing, tidak berkapsul, gram positip. Dapat bergerak
dan membentuk sporaspora, terminal yang menyerupai tongkat penabuh genderang
(drum stick). Spora spora tersebut kebal terhadap berbagai bahan dan keadaan
yang merugikan termasuk perebusan, tetapi dapat dihancurkan jika dipanaskan
dengan otoklaf. Kuman ini dapat hidup bertahun-tahun di dalam tanah, asalkan
tidak terpapar sinar matahari, selain dapat ditemukan pula dalam debu, tanah,
air laut, air tawar dan traktus digestivus manusia serta hewan.
2.1.5. Patologi
Kelainan
patologik biasanya terdapat pada otak pada sumsum tulang belakang, dan terutama
pada nukleus motorik. Kematian disebabkan oleh asfiksia akibat spasmus laring
pada kejang yang lama. Selain itu kematian dapat disebabkan oleh pengaruh
langsung pada pusat pernafasan dan peredaran darah. Sebab kematian yang lain
ialah pneumonia aspirasi dan sepsis. Kedua sebab yang terakhir ini mungkin
sekali merupakan sebab utama kematian tetanus neonatorum di Indonesia.
2.1.6. Gambaran Klinik
Masa tunas biasanya 5-14 hari, kadang-kadang sampai beberapa
minggu jika infeksinya ringan. Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan
ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam 48
jam penyakit menjadi nyata dengan adanya trismus (Ilmu Kesehatan Anak, 1985).
Pada
tetanus neonatorum perjalanan penyakit ini lebih cepat dan berat. Anamnesis
sangat spesifik yaitu :
1.
Bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum (karena tidak dapat menghisap).
2.
Mulut mencucu seperti mulut ikan.
3.
Mudah terangsang dan sering kejang disertai sianosis.
4.
Kaku kuduk sampai opistotonus.
5.
Dinding abdomen kaku, mengeras dan kadang-kadang terjadi kejang.
6.
Dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik kebawah, muka thisus
sardonikus
7.
Ekstermitas biasanya terulur dan kaku.
8.
Tiba-tiba bayi sensitif terhadap rangsangan, gelisah dan kadang-kadang menangis
lemah.
2.1.7. Pencegahan
2.1.7.1.
Melaui pertolongan persalinan tiga bersih, yaitu bersih tangan, bersih
alas,
dan bersih alat .
1.
Bersih tangan
Sebelum
menolong persalinan, tangan poenolong disikat dan dicuci dengan sabun sampai
bersih. Kotoran di bawah kuku dibersihkan dengan sabun. Cuci tangan dilakukan
selama 15 – 30 “ . Mencuci tangan secara benar dan menggunakan sarung tangan
pelindung merupakan kunci untuk menjaga lingkungan bebas dari infeksi.
2.
Bersih alas
Tempat
atau alas yang dipakai untuk persaliunan harus bersih, karena clostrodium
tetani bisa menular dari saluran genetal ibu pada waktu kelahiran..
3.
Bersih alat
Pemotongan
tali pusat harus menggunakan alat yang steril. Metode sterilisasi ada 2, yang
pertama dengan pemanasan kering : 1700 C selama 60 ‘ dan yang kedua
menggunakan otoklaf : 106 kPa, 1210 C selama 30 ‘ jika dibungkus,
dan 20 ‘ jika alat tidak dibungkus.
2.1.7.2.
Perawatan tali pusat yang baik
Untuk
perawatan tali pusat baik sebelum maupun setelah lepas, cara yang murah dan
baik yaitu mernggunakan alkohol 70 % dan kasa steril. Kasa steril yang telah
dibasahi dengan alkohol dibungkuskan pada tali pusat terutama pada pangkalnya.
Kasa dibasahi lagi dengan alkohol jika sudah kering. Jika tali pusat telah
lepas, kompres alkohol ditruskan lagi sampai luka bekas tali pusat kering betul
(selama 3 – 5 hari). Jangan membubuhkan bubuk dermatol atau bedak kepada bekas
tali pusat karena akan terjadi infeksi.
2.1.7.3.
Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada ibu hamil
Kekebalan
terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui imunisasi TT. Ibu hamil yang
mendapatkan imunisasi TT dalam tubuhnya akan membentuk antibodi tetanus.
Seperti difteri, antibodi tetanus termasuk dalam golongan Ig G yang mudah
melewati sawar plasenta, masuk dan menyebar melalui aliran darah janin ke
seluruh tubuh janin, yang akan mencegah terjadinya tetanis neonatorum.
Imunisasi
TT pada ibu hamil diberikan 2 kali ( 2 dosis). Jarak pemberian TT pertama dan
kedua, serta jarak antara TT kedua dengan saat kelahiran, sangat menentukan
kadar antibodi tetanus dalam darah bayi. Semakin lama interval antara pemberian
TT pertama dan kedua serta antara TT kedua dengan kelahiran bayi maka kadar
antibosi tetanus dalam darah bayi akan semakin tinggi, karena interval yang
panjang akan mempertinggi respon imunologik dan diperoleh cukup waktu untuk
menyeberangkan antibodi tetanus dalam jumlah yan cukup dari tubuh ibu hamil ke
tubuh bayinya.
TT
adalah antigen yang sangat aman dan juga aman untuk ibu hamil tidak ada bahaya
bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi TT . Pada ibu hamil yang
mendapatkan imunisasi TT tidak didapatkan perbedaan resiko cacat bawaan ataupun
abortus dengan mereka yang tidak mendapatkan imunisasi .
Tabel Pemberian Imunisasi TT dan Lamanya
Perlindungan
Dosis
|
Saat Pemberian
|
% Perlindungan
|
Lama Perlindungan
|
TT1
TT2
TT3
TT4
TT5
|
Pada kunjungan pertama atau sedini
mungkin pada kehamilan Minimal 4 minggu setelah TT1
Minimal 6 bulan setelah TT2 atau
selama kehamilan berikutnya
Minimal setahun setelah TT3 atau
selama kehamilan berikutnya
Minimal setahun setelah TT4 atau
selama kehamilan berikutnya
|
0
80 %
95 %
99 %
99 %
|
Tidak ada
3 tahun
5 tahun
10 tahun
selama usia subur
|
2.1.8. Penatalaksanaan
1.
Mengatasi kejang
Kejang
dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan atau pemberian obat anti kejang.
Obat yang dapat dipakai adalah kombinasi fenobarbital dan largaktil.
Fenobarbital dapat diberikas mula-mula 30 – 60 mg parenteral kemudian
dilanjutkan per os dengan dosis maksimum 10 mg per hari. Largaktil dapat
diberikan bersama luminal, mula-mula 7,5 mg parenteral, kemudian diteruskan
dengan dosis 6 x 2,5 mg setiap hari. Kombinasi yang lain adalah luminal dan
diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg BB. Obat anti kejang yang lain adalah
kloralhidrat yang diberikan lewat rektum.
2.
Pemberian antitoksin
Untuk
mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S (antitetanus serum) dengan
dosis 10.000 satuan setiap hari serlama 2 hari .
3.
Pemberian antibiotika
Untuk
mengatasi inferksi dapat digunakan penisilin 200.000 satuan setiap hari dan
diteruskan sampai 3 hari panas turun.
4.
Perawatan Tali pusat
Tali
pusat dibersihkan atau di kompres dengan alkohol 70 % atau betadin 10 %.
5. Memperhatikan jalan nafas,
diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap.
Masalah
yang perlu diperhatikan adalah bahaya terjadi gangguan pernafasan, kebutuhan nutrisi/cairan
dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.Gangguan pernafasan yang
sering timbul adalah apnea, yang disebabkan adanya tenospasmin yang menyerang
otot-otot pernafasan sehingga otot tersebut tidak berfungsi. Adanya spasme pada
otot faring menyebabkan terkumpulnya liur di dalam rongga mulut sehingga
memudahkan terjadinya poneumonia aspirasi. Adanya lendir di tenggorokan juga
menghalangi kelancaran lalu lintas udara (pernafasan). Pasien tetanus
neonatorum setiap kejang selalu disertai sianosis terus-menerus. Tindakan yang
perlu dilakukan :
a.
Baringkan bayi dalam sikap kepala ekstensi dengan memberikan ganjal dibawah
bahunya.
b.
Berikan O2 secara rumat karena bayi selalu sianosis (1 – 2 L/menit
jika sedang terjadi kejang, karena sianosis bertambah berat O2
berikan lebih tinggi dapat sampai 4 L/menit, jika kejang telah berhenti
turunkan lagi).
c. Pada saat kejang, pasangkan sudut
lidah untuk mencegah lidah jatuh ke belakang dan memudahkan penghisapan
lendirnya.
d. Sering hisap lendir, yakni pada
saat kejang, jika akan melakukan nafas buatan pada saat apnea dan sewaktu-waktu
terlihat pada mulut bayi.
e. Observasi tanda vital setiap ½
jam .
f. Usahakan agar tempat tidur bayi
dalam keadaan hangat.
g. Jika bayi menderita apnea :
a) Hisap lendirnya sampai bersih
b) O2 diberikan lebih
besar (dapat sampai 4 L/ menit)
Letakkan
bayi di atas tempat tidurnya/telapak tangan kiri penolong, tekan-tekan bagian
iktus jantung di tengah-tengah tulang dada dengan dua jari tangan kanan dengan
frekuensi 50 – 6 x/menit.
Bila
belum berhasil cabutlah sudut lidahnya, lakukan pernafasan dengan menutup mulut
dan hidung bergantian secara ritmik dengan kecepatan 50 – 60 x/menit, bila
perlu diselingi tiupan.
6. Kebutuhan nutrisi/cairan
Akibat
bayi tidak dapat menetek dan keadaan payah, untuk memenuhi kebutuhan makananya
perlu diberikan infus dengan cairan glukosa 10 %. Tetapi karena juga sering
sianosis maka cairan ditambahkan bikarbonas natrikus 1,5 % dengan perbadingan 4
: 1. Bila keadaan membaik, kejang sudah berkurang pemberian makanan dapat
diberikan melalui sonde dan selanjutnya sejalan dengan perbaikan bayi dapat
diubah memakai dot secara bertahap.
7. Kurangnya pengetahuan orang tua
mengenai penyakit
Kedua
orang tua pasien yang bayinya menderita tetanus peru diberi penjelasan bahwa
bayinya menderita sakit berat, maka memerlukan tindakan dan pengobatan khusus,
kerberhasilan pengobatan ini tergantung dari daya tahan tubuh si bayi dan ada
tidaknya obat yang diperlukan hal ini mengingat untuk tetanus neonatorum
memerlukan alat/otot yang biasanya di RS tidak selalu tersedia dan harganya
cukup mahal (misalnya mikrodruip). Selain itu yang perlu dijelaskan ialah jika
ibu kelak hamil lagi agar meminta suntikan pencegahan tetanus di puskesmas,
atau bidan, dan minta pertolongan persalinan pada dokter, bidan atau dukun
terlatih yang telah ikut penataran Depkes. Kemudian perlu diberitahukan pula
cara pearawatan tali pusat yang baik.
BAB III
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
Tenanus adalah penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh
Cl ostridium tetani (Mansjoer, 2000).
Menurut
Surasmi (2003), tetanus neonatorum adalah penyakittetanus yang terjadi pada neonatus
(bayi berusia 0-1 bulan). Penyebab tetanus adalah Cl ostridium tetani,yang
infeksinya biasa terjadi melalui luka dari tali pusat.
Dapat juga karena perawatan tali pusat yang menggunakan
obat tradisional seperti abu dankapur sirih, daun-daunan dan sebagainya.Masa
inkubasi berkisar antara 3-14 hari, tetapi bisa berkurang atau lebih.
Gejalaklinis infeksi tetanus neonatorum umumnya muncul pada hari ke 3 sampai ke
10 (Surasmi, 2003).
Tindakan pencegahan yang
paling efektif adalah melakukanimunisasi dengan tetanus toksoid (TT) pada
wanita calon pengantin dan ibu hamil. Selain itu, tindakan memotong dan merawat
tali pusat harus secara steril.Pemberian asuhan keperawatan pada bayi berisiko
tinggi: tetanus neonatorum difokuskan pada upaya penanganan dari tanda dan
gejala penyakit yang diderita untuk tindakan pemulihan fisik klien.
Penentuan diagnosa harus akurat agar pelaksanaan asuhan keperawatan dapat
diberikan secara maksimal dan mendapatkan hasil yangdiharapkan. Pemberian
asuhan keperawatan bayi berisiko tinggi: tetanus neonatorum secara umum
bertujuan untuk meminimalkan terjadinya komplikasi yang bisa terjadi.Oleh
karena itu, dibutuhkan kreativitas dan keahlian dalam pemberian asuhan
keperawatan dan kolaborasikan dengan tim medis lainnya yang bersangkutan.
3. 2 Saran
Adapun
saran yang dapat kelompok berikan adalah :
1. Bagi Bidan yang akan
memberikan asuhan keperawatan pada bayi dengan penyakit tetanus neonatorum
harus lebih memperhatikan dan tahu pada bagian- bagian mana saja dari
asuhan keperawatan pada bayi yang perlu ditekankan.
2. Bidan juga memberikan
pendidikan kesehatan kepada bapak dan ibu ataukeluarga dari anak tentang bahaya
tetanus dan penyuluhan untuk melakukan persalinan di rumah sakit,
puskesmas, klinik bersalin, atau pelayanan kesehatanlainnya agar terhindar dari
infeksi tetanus pada anaknya akibat penggunaan alat
3. Kurangnya pengetahuan orang
tua mengenai penyakit, Kedua orang tua pasien yang bayinya menderita tetanus
peru diberi penjelasan bahwa bayinya menderita sakit berat, maka memerlukan
tindakan dan pengobatan khusus, kerberhasilan pengobatan ini tergantung dari
daya tahan tubuh si bayi dan ada tidaknya obat yang diperlukan hal ini
mengingat untuk tetanus neonatorum memerlukan alat/otot yang biasanya di RS
tidak selalu tersedia dan harganya cukup mahal (misalnya mikrodruip). Selain
itu yang perlu dijelaskan ialah jika ibu kelak hamil lagi agar meminta suntikan
pencegahan tetanus di puskesmas, atau bidan, dan minta pertolongan persalinan
pada dokter, bidan atau dukun terlatih yang telah ikut penataran Depkes.
Kemudian perlu diberitahukan pula cara pearawatan tali pusat yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosastro,
Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta.
Sudarti.2010.
Kelainan dan Penyakit Pada Bayi dan Balita.yogyakarta:Nuha Medika.
Fauziah,
Afroh dan Sudarti.2012.Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan
Anak.Yogyakarta: Nuha Medika
Buku
Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.2002.Jakarta:Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar