BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Aborsi dapat dikatakan
sebagai pengguguran kandungan yang di sengaja dan saat ini menjadi masalah yang
hangat diperdebatkan. Pengertian aborsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1996) abortus (aborsi) didefinisikan sebagai terjadi keguguran janin;
melakukan abortus sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tak
menginginkan bakal bayi yang dikandung itu).
Menurut
Potter&Perry (2010), setengah dari kehamilan di Amerika Serikat adalah
tidak direncanakan; sebagian besar kehamilan yang tidak direncanakan terjadi
pada remaja, wanita berusia di atas 40 tahun, dan wanita Afrika-Amerika yang
berpenghasilan rendah. Hampir setengah dari kehamilan yang tidak diharapkan
berakhir dengan aborsi.
Sementara itu, kendati
dilarang, baik oleh KUHP, UU, maupun fatwa MUI atau majelis tarjih
Muhammadiyah, praktik aborsi (pengguguran kandungan) di Indonesia tetap tinggi
dan mencapai 2,5 juta kasus setiap tahunnya dan sebagian besar dilakukan oleh
para remaja.
Aborsi atau
pengguguran kandungan seringkali identik dengan hal-hal negatif bagi
orang-orang awam. Bagi mereka, aborsi adalah tindakan dosa, melanggar hukum dan
sebagainya. Namun, sebenarnya tidak semua aborsi merupakan tindakan yang
negatif karena ada kalanya aborsi dianjurkan oleh dokter demi kondisi kesehatan
ibu hamil yang lebih baik.
Ketika seorang wanita
memilih aborsi sebagai jalan untuk mengatasi kehamilan yang tidak diinginkan,
maka wanita tersebut dan pasangannya akan mengalami perasaan kehilangan, kesedihan
yang mendalam, dan/atau rasa bersalah.
Dalam kasus aborsi
yang dianjurkan dokter, perawat tak hanya sebagai conselor atau peran dan
fungsi perawat yang lain, tetapi juga dapat menjalankan prinsip dan asas etik
keperawatan yang ada untuk membantu pasien menghadapi pilihan yang telah
dipilih (aborsi).
1.2 Rumusan
Masalah
- Apa saja prinsip dan asas etik keperawatan?
- Apa definisi aborsi?
- Apa saja jenis-jenis aborsi?
- Apa penyebab yang mendorong terjadinya aborsi?
- Bagaimana dampak aborsi?
- Apa contoh kasus aborsi yang terjadi di Indonesia?
- Bagaimana menanggapi kasus yang ada berdasarkan prinsip dan asas etik keperawatan?
1.3 Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas
mata kuliah Ilmu Keperawatan Dasar 1
1.3.2
Tujuan Khusus
- Mengetahui prinsip dan asas etik keperawatan
- Mengetahui definisi aborsi
- Mengetahui faktor yang mendorong terjadinya aborsi
- Mengetahui dampak aborsi
- Mengetahui contoh kasus aborsi yang terjadi di Indonesia
- Mengetahui menanggapi kasus yang ada berdasarkan prinsip dan asas etik keperawatan
1.4 Manfaat
Dapat mengetahui dan
menanggapi kasus aborsi berdasarkan prinsip dan asas etik keperawatan
BAB 2
ISI
2.1
Konsep Teori
2.1.1
Prinsip dan Asas Etik Keperawatan
A. Pengertian Prinsip
Etika Keperawatan
Prinsip etika
keperawatan merupakan asas, kebenaran yang jadi pokok dasar atau patokan
seorang perawat untuk berpikir, bertindak membuat keputusan yang mengarahkan
tanggung jawab moral yang mendasari pelaksanaan praktek keperawatan dimana
seorang perawat selalu berpegang teguh terhadap prinsip-prinsip etika
keperawatan sehingga kejadian pelanggaran etika dapat dihindarkan.
B. Prinsip-Prinsip
Asas Etik Keperawatan
Dalam memberikan
setiap asuhan keperawatan perawat harus selalu berpedoman pada nilai-nilai etik
keperawatan dan standar keperawatan yang ada serta ilmu keperawatan. Prinsip
utamanya adalah moral dan etika keperawatan. Untuk menghindari kesalahan dalam
pelaksanaan peran ini maka perawat harus berpegangan pada prinsip-prinsip etik
keperawatan yang meliputi:
a. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi
didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat
keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat
sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai
oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang,
atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional.
Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut
pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat
menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
b. Berbuat baik/asas
manfaat (Beneficience)
Beneficience berarti,
hanya melakukan sesuatu yang baik dan setiap tindakan yang diberikan kepada
klien harus bermanfaat bagi klien dan menghindarkan dari kecacatan. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau
kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam
situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
c. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan
dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap orang lain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan
dalam praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai
hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas
pelayanan kesehatan.
d. Tidak merugikan
(Nonmaleficience)
Prinsip ini berarti
tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
e. Kejujuran
(Veracity)
Prinsip veracity
berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan
kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan
bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan
seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat,
komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi
yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu
yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan.
f. Menepati janji
(Fidelity)
Prinsip fidelity
dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain.
Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia
klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan
komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap
kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk
meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan
meminimalkan penderitaan.
g. Karahasiaan
(Confidentiality)
Aturan dalam prinsip
kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Segala
sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca
dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi
tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi
tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga
tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dihindari. Jadi, apa yang
dilaksanakan oleh perawat harus didasarkan pada tanggung-jawab moral dan
profesi dan merahasiakan apapun tentang pasien kecuali jika sebagai saksi dalam
kasus hukum ().
h. Akuntabilitas
(Accountability)
Akuntabilitas
merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional dapat dinilai
dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
i. Respek
a)
Perilaku perawat yang menghormati / menghargai pasien /klien. hak – hak
pasien,penerapan inforned consent
b)
Perilaku perawat menghormati sejawat
c)
Tindakan eksplisit maupun implisit
d)
Simpatik, empati kepada orang lain.
C. Teori Etik
Keperawatan
1)
Teleologik
Pendekatan teleologik
adalah suatu doktrin yang menjelaskan fenomena dan akibatnya, dimana seseorang
yang melakukan pendekatan terhadap etika dihadapkan pada konsekuensi dan
keputusan – keputusan etis. Secara singkat, pendekatan tersebut mengemukakan
tentang hal – hal yang berkaitan dengan the end justifies the ineans (pada
akhirnya, yang membenarkan secara hukum tindakan atau keputusan yang diambil
untuk kepentingan medis). Contoh : seorang perawat yang harus menghadapi kasus
kebidanan karena tidak ada bidan dan jarak untuk rujukan terlalu jauh, dapat
memberikan pertolongan sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang
dimilikinya demi keselamatan pasien.
2)
Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban. ‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab : ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan karena perbuatan kedua dilarang’.
Istilah deontologi berasal dari kata Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban. ‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab : ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan karena perbuatan kedua dilarang’.
Pendekatan deontologi
berarti juga aturan atau prinsip. Prinsip-prinsip tersebut antara lain
autonomy, informed consent, alokasi sumber-sumber, dan euthanasia.
Yang menjadi dasar
baik buruknya perbuatan adalah kewajiban.
Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting
Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting
Ada tiga prinsip yang
harus dipenuhi :
a)
Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan berdasarkan
kewajiban
b)
Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari
tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang
untuk melakukan tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak tercapai, tindakan
itu sudah dinilai baik
c)
Niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral
universal
Bagi Kant, Hukum Moral
ini dianggapnya sebagai perintah tak bersyarat (imperatif kategoris), yang
berarti hukum moral ini berlaku bagi semua orang pada segala situasi dan
tempat.
a)
Perintah Bersyarat adalah perintah yang dilaksanakan kalau orang menghendaki
akibatnya, atau kalau akibat dari tindakan itu merupakan hal yang diinginkan
dan dikehendaki oleh orang tersebut.
b)
Perintah Tak Bersyarat adalah perintah yg dilaksanakan begitu saja tanpa syarat
apapun, yaitu tanpa mengharapkan akibatnya, atau tanpa mempedulikan apakah
akibatnya tercapai dan berguna bagi orang tsb atau tidak.
2.1.2
Aborsi
1.
Pengertian Aborsi
Pengertian aborsi
menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008) adalah terpencarnya embrio yang tak
mungkin lagi hidup (sebelum habis bulan keempat dari kehamilan).
Pengertian aborsi
menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Indonesia adalah : 1) Pengeluaran
hasil konsepsi pada stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap
tercapai (38-40 minggu); 2) Pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan (berat kurang dari 500 gram atau kurang dari 20
minggu).
Pada UU kesehatan,
pengertian aborsi dibahas secara tersirat pada pasal 15 (1) UU Kesehatan Nomor
23/1992 disebutkan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis
tertentu. Maksud dari ‘tindakan medis tertentu, yaitu aborsi.
Sementara aborsi atau
abortus menurut dunia kedokteran adalah kehamilan berhenti sebelum usia
kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir
selamat sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, disebut kelahiran
prematur.
Wanita dan pasangannya
yang menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan biasanya mempertimbangkan
aborsi. Alasan untuk memilih aborsi berbeda-beda, termasuk mengakhiri kehamilan
yang tidak diinginkan atau ketika mengetahui janin memiliki kelainan
(Perry&Potter,2010).
2.
Jenis Aborsi
Klasifikasi abortus
atau aborsi berdasarkan dunia kedokteran, yaitu:
- Abortus spontanea
Abortus spontanea
merupakan abortus yang berlangsung tanpa tindakan. Aborsi ini dibedakan menjadi
3 yaitu :
- Abortus imminens, pada kehamilan kurang dari 20 minggu terjadi perdarahan dari uterus atau rahim, dimana janin masih didalam rahim, serta leher rahim belum melebar (tanpa dilatasi serviks).
- Abortus insipiens, istilah ini kebalikan dari abortus imminens, yakni pada kehamilan kurang dari 20 minggu,terjadi pendarahan,dimana janin masih didalam rahim, dan ikuti dengan melebarnya leher rahim(dengan dilatasi serviks)
- Abortus inkompletus, keluarnya sebagian organ janin yang berusia sebelum 20 minggu, namun organ janin masih tertinggal didalam rahim
- Abortus kompletus, semua hasil konsepsi(pembuahan) sudah di keluarkan
- Abortus provokatus
Berbeda dengan abortus
spontanea yang prosesnya tiba-tiba dan tidak diharapkan tapi tindakan abortus
harus dilakukan. Maka pengertian aborsi atau abortus jenis provokatus adalah
jenis abortus yang sengaja dibuat atau dilakukan, yakni dengan cara
menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar tubuh ibu atau
kira-kira sebelum berat janin mencapai setengah kilogram.
Abortus provakatus
dibagi menjadi 2 jenis:
a)
Abortus provokatus medisinalis/artificialis/therapeuticus. Abortus yang
dilakukan dengan disertai indikasi medis. Di indinesia yang dimaksud dengan
indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa ibu. Indikasi medis yang
dimaksud misalnya: calon ibu yang sedang hamil tapi punya penyakit yang
berbahaya seperti penyakit jantung, bila kehamilan diteruskan akan membahayakan
nyawa ibu serta janin, sekali lagi keputusan menggugurkan akan sangat
dipikirkan secara matang.
b)
Abortus provokatus kriminalis, istilah ini adalah kebalikan dari abortus
provokatus medisinalis, aborsi yang sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi
medik (ilegal). Dalam proses menggugurkan janin pun kurang mempertimbangkan
srgala kemungkinan apa yang akan terjadi kepada wanita / calon ibu yang
melakukan tindakan aborsi ilegal. Biasanya pengguguran dilakukan dengan
menggunakan
alat-alat atau obat-obat tertentu.
- Abortus habitualis
Abortus habitualis
termasuk abortus spontan namun habit ( kebiasaan) yang terjadi berturut-turut
tiga kali atau lebih.
- Missed abortion
Kematian janin yang
berusua sebelum 20 minggu, namun janin tersebut tidak dikeluarkan selama 8
minggu atau lebih, dan terpaksa harus dikeluarkan. Missed abortion digolongkan
kepada abortus imminens.
- Abortus septik
Tindakan menghentikan
kehamilan karena tindakan abortus yang disengaja (dilakukan dukun atau bukan
ahli ) lalu menimbulkan infeksi. Perlu diwaspadai adalah tindakan abortus yang
semacam bisa membahayakan hidup dan kehidupan
3.
Penyebab Aborsi
Setiap tindakan pasti ada yang menyebabkannya. Berikut beberapa penyebab aborsi
dilakukan :
- Umur
Umur menjadi pertimbangan
seseorang wanita memilih abortus. Apalagi untuk calon ibu yang merasa masih
terlalu muda secara emosional,fisik belum matang, tingkat pendidikan rendah dan
masih terlalu tergantung pada orang lain masalah umur yang terlalu tua untuk
mengandungpun menjadi penyebab abortus
- Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
Jarak kehamilan yang
terlalu rapat menjadi alasan abortus, karena jika tidak dilakukan abortus akan
menyebabkan pertumbuhan janin kurang baik, bahkan menimbulkan pendarahan hal
itu disebabkan karena keadaan rahim yang belum pulih benar
- Paritas ibu
Paritas adalah
banyaknya kelahiran hidup (anak) yang dimiliki wanita. Resiko paritas tinggi ,
banyak wanita melakukan abortus.
- Riwayat kehamilan yang lalu
Wanita yang sebelumnya
pernah abortus, kemungkinan besar akan dilakukan abortus lagi . penyebabnya
yang lainnya masih banyak, seperti calon ibu yang memiliki penyakit berat
hingga takut bila ia melahirkan anaknya, anaknya akan tertular
penyak it pula, ada juga masalah ekonomi banyak anak banyak pengeluaran
dan lain sebagainya.
Selain penyebab di
atas, aborsi juga dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu :
a)
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus pada kehamilan
sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini ialah :
- Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi
- Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna.
- Pengaruh teratogen akibat radiasi, firus, obat-obatan, tembakaou dan alkohol
b)
Kelainan pada plasenta, misalnya enderteritis vili korialis karena hipotensi
menahun.
c)
Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan,
toksoplasmosis.
d)
Kelainan traktus genitalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada
trimester kedua), retroversi uteri, dan kelainan bawaan uterus.
4.
Resiko Aborsi
Aborsi memiliki resiko
yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang wanita. Tidak benar
jika dikatakan bahwa jika seseorang melakukan aborsi ia “tidak merasakan
apa-apa dan langsung boleh pulang”. Ini adalah informasi yang sangat
menyesatkan bagi setiap wanita, terutama mereka yang sedang kebingungan
karena tidak menginginkan kehamilan yang sudah terjadi.
Ada 2 macam resiko
kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi:
1. Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik
1. Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik
2. Resiko
gangguan psikologis
1. Resiko
kesehatan dan keselamatan fisik
Pada saat melakukan
aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang akan
dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku “Facts of Life”
yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu:
- Kematian mendadak karena pendarahan hebat
- Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
- Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
- Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
- Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.
- Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
- Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
- Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
- Kanker hati (Liver Cancer)
- Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya.
- Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
- Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
- Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
2. Resiko
kesehatan mental
Proses aborsi bukan
saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan
keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang
sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.
Gejala ini dikenal
dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi)
atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological Reactions Reported
After Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review (1994).
Pada dasarnya seorang
wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini:
1.
Kehilangan harga diri (82%)
2.
Berteriak-teriak histeris (51%)
3.
Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
4.
Ingin melakukan bunuh diri (28%)
5.
Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)
6.
Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)
Diluar hal-hal
tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan
bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya. Rasa bersalah
tersebut dapat menyebabkan stres psikis atau emosional, yaitustres yang
disebabkan karena gangguan situasi psikologis (Hidayat, 2007).
2.2
Kasus Aborsi
MAHASISWI ABORSI PAKAI PIL SAKIT KEPALA
TERNATE, KOMPAS.com — Warga Kota Ternate Utara, Kamis
(3/5/2012), dibuat heboh dengan kasus aborsi yang dilakukan seorang mahasiswi
di salah satu universitas ternama di Ternate berinisial IK. IK diketahui
merupakan anak seorang pegawai di Kementerian Agama Kabupaten Pulau Morotai.
IK diketahui hamil
bersama kekasihnya J yang juga sebagai salah satu mahasiswa di universitas
berbeda di Ternate. Keduanya langsung dibekuk polisi ke Mapolres Ternate,
Kamis. Di hadapan penyidik, J mengisahkan, awalnya dia mengajak IK untuk
menikah lantaran mengetahui kekasihnya hamil dua bulan.
Namun, IK yang mengaku
takut kepada keluarganya memilih menggugurkan kandungan dengan meminum pil
sakit kepala yang dicampur dengan minuman bersoda. Namun, diduga IK tidak hanya
mengaborsi sendiri dengan cara meminum obat sakit kepala dicampur minuman
bersoda. “Waktu saya datang ke rumahnya, semua sudah bersih (sudah diaborsi),”
ungkap J.
Karena takut, J lantas
menguburkan ari-ari janinnya di belakang rumah IK di Akehuda, Ternate Utara.
Sepulang dari kampus, J lantas mengambil janin yang masih di rumah IK, lalu
dibawa ke Bula, Ternate Utara, untuk dibuang ke pantai. Warga sekitar baru
mengetahuinya pada Selasa (1/5/2012), meski hanya segelintir orang.
Warga makin heboh saat
aroma tindakan tak terpuji itu mulai terungkap. J dan IK bahkan sempat menjadi
amukan beberapa anggota keluarganya. Petugas polisi baru mengetahuinya pada
Kamis ini, dan langsung membekuk keduanya ke Mapolres Ternate.
“Kita belum bisa
berikan keterangan karena masih dalam penyelidikan,” ucap seorang penyidik.
Untuk kepentingan penyelidikan, sang mahasiswi ini dibawa ke rumah sakit guna
menjalani visum. “Agar bisa dipastikan apakah yang digugurkan itu janin atau
ari-ari,” tambah petugas penyidik tersebut.
Editor
:
Aloysius
Gonsaga Angi E
2.3
Pembahasan
Kasus aborsi di atas
merupakan kasus aborsi illegal. Karena dilakukan atas dasar malu atau takut
terhadap keluarga pelaku, bukan dari saran dokter karena janin memiliki
kelainan atau membahayakan kesehatan si ibu. Selain itu, proses aborsi yang
dilakukan pun tidak sesuai bidang kedokteran dengan meminum pil sakit kepala
bercampur minuman bersoda.
Berdasarkan asas etik
keperawatan, kasus aborsi yang telah disebutkan di atas diperbolehkan sesuai
dengan asas etik autonomy (otonomi) yang dimiliki pelaku aborsi. Pelaku aborsi
boleh memilih dan memutuskan untuk melakukan aborsi tanpa paksaan sebab
keputusan itu adalah hak dia. Tetapi, melanggar asas beneficience (berbuat baik
/ manfaat). Karena kasus di atas bukanlah merupakan tindakan yang baik dan
tidak memberikan manfaat apa pun, sekalipun alasannya karena takut atau malu
atas janin yang dikandungnya pada keluarga dan orang lain.
Ketika seorang wanita
memilih aborsi sebagai jalan untuk mengatasi kehamilan yang tidak diinginkan,
maka wanita tersebut dan pasangannya akan mengalami perasaan kehilangan,
kesedihan yang mendalam, dan/atau rasa bersalah (Perry&Potter, 2010).
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Aborsi dapat dikatakan
sebagai pengguguran kandungan yang di sengaja dan saat ini menjadi masalah yang
hangat diperdebatkan. Klasifikasi abortus atau aborsi berdasarkan dunia
kedokteran, yaitu: abortus spontanea, abortus provokatus, abortus habitualis,
missed abortion dan abortus septik. aborsi dapat terjadi karena beberapa
sebab,yaitu: kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, kelainan pada plasenta,
faktor maternal, kelainan traktus genitalia dan malu (aborsi ilegal).
Berdasarkan asas
autonomy (otonomi), keputusan aborsi yang diambil pada kasus aborsi adalah hak
klien (orang yang melakukan aborsi). Tetapi, pada kasus aborsi ilegal seperti
contoh, hal tersebut melanggar asas beneficience (asas manfaat / berbuat baik)
sebab, aborsi ilegal bukan perbuatan baik dan dapat membahayakan kesehatan
pelaku aborsi tersebut.
3.2
Saran
Saran penulis, seorang
perawat yang sedang merawat klien yang akan melakukan aborsi, hendaknya
ciptakan suasana yang membuat klien dapat berdiskusi secara terbuka tentang
aborsi, agar tidak terjadi pelanggaran terhadap asas-asas yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Ismani, Nila.
2000. Etika Keperawatan. Jakarta:Widya Medika.
Mansjoer, Arif.,
Kuspuji T.,dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.
Jakarta:Media Aesculapius.
Mansjoer, Arif.,
Kuspuji T.,dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.
Jakarta:Media Aesculapius.
Potter, Patricia A.
dan Anne G. Perry. 2010. Fundamental Keperawatan Buku 2. Jakarta:Salemba
Medika.
Hidayat, A.A. Alimul.
2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:Salemba Medika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar